Pemeriksaan penting yang perlu dilakukan pada suatu konstruksi baja adalah melakukan pemeriksaan terhadap diskontinyuitas pada material bajanya atau pada sambungan antar elemennya. Dan salah satu metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui permasalahan tersebut adalah dengan cara Uji Liquid Penetrant.
Uji Liquid Penetran
Prinsip Kerja Uji Liquid Penetrant
Uji ini merupakan salah satu bagian dari metoda pengujian tanpa merusak/ NDT (Non–Destructive Test) yang bertujuan mengetahui diskontinyuitas halus pada permukaan baja seperti retak, berlubang atau kebocoran.
Pada prinsipnya metoda pengujian dengan liquid penetrant memanfaatkan daya kapilaritas.
Idealnya pemeriksaan kesehatan struktur sebaiknya dilakukan secara rutin, untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja akibat kegagalan struktur, dan juga akan mempermudah serta lebih efisien dalam perawatannya.
Regulasi dari pemerintahpun sebenarnya sudah mewajibkan pemilik bangunan untuk memiliki SLF (sertifikat laik fungsi) suatu bangunan yang harus direnewal tiap 5 tahun sekali. Tinggal ketegasan penerapannya saja yang diperlukan.
Untuk mendapatkan informasi tentang biaya yang diperlukan dalam jasa uji penetrant ini silahkan menghubungi kami melalui :
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0812 9144 2210 or follow this link : Hesa Admin
Idealisasi respon struktur terhadap beban gempa berupa kurva kapasitas struktur, yaitu kurva hubungan gaya dan perpindahan (displacement) selama respon struktur. Dalam idealisasi respon struktur ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan, yaitu:
Pendekatan berbasis perpindahan (equal displacement principle)
Gedung Alto Rio yang kolaps pada Gempa Bumi Februari 2010 Pict source: elnuevodiario(.)com(.)ni/internacionales/69226-chile-menos-708-muertos-sismo/
Dalam pendekatan pendekatan berbasis perpindahan jika struktur mempunyai periode panjang, maka displacement ductility yang terjadi pada sistem inelastic akan bernilai sama dengan R, atau = R, dimana R factor reduksi gaya. Seperti pada gambar berikut:
Gambar idealisasi struktur pendekatan perpindahan (equal displacement approximation)
Jika struktur mempunyai periode pendek, terutama yang periode alaminya sama atau lebih pendek daripada periode respon spekral puncak, maka displacement ductility yang terjadi pada sistem inelastic akan lebih besar dari nilai factor reduksi gaya, R. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar idealisasi struktur pendekatan gaya (equal force approximation)
Sehingga hubungan antara R pada tingkat daktilitas dibedakan atas 3 (tiga) kondisi menurut periode efektif struktur sebagai berikut:
Struktur dengan periode pendek: R =(2-1)^0.5
Struktur dengan periode panjang: R =
Struktur dengan periode 0: R =1
Untuk factor reduksi gaya, R, seperti yang tercantum dalam standar yang ada merupakan perkalian faktor reduksi gaya pada tingkat daktilitas dikalikan faktor kuat lebih sistem. R = R x
Sedangkan nilai faktor pembesaran defleksi, Cd, ditentukan dengan perkalian displacement ductility dengan faktor kuat lebih sistem:
[2] SNI 1726:2012, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Artikel ini merupakan bagian ke empat dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Pada konsep Desain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design, DDBD) digunakan respons spektrum perpindahan sebagai dasar untuk memerhitungkan gaya geser dasar.
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk melaksanakan analisis pada struktur gedung dengan derajat kebebasan banyak (MDOF) karena pada metode ini struktur didesain dengan menggunakan kekakuan secant (secant stiffness) dan peredam viscous ekivalen layaknya bangunan dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF).
Pict Source StockSnap_IO 951AF5383D
Tujuan dari metode ini adalah untuk mencapai suatu kondisi batas perpindahan dengan acuan yaitu batas tegangan material, atau batas simpangan non struktural dalam suatu intensitas gempa yang telah didesain.
Dalam tahap awal desain tidak diketahui kekakuan (berhubungan dengan periode getar alami struktur) struktur, namun telah diketahui perpindahan struktur yang diinginkan terjadi pada saat terjadi gempa.
Perpindahan desain tersebut dipengaruhi oleh besarnya gempa yang didesain akan dialami oleh struktur dan kondisi kondisi apa yang diinginkan terjadi setelah terjadi gempa (performance level).
Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, diijinkan untuk mereduksi gaya gempa sampai daktilitas μ tertentu dengan suatu nilai koefisien reduksi R yang ditunjukan pada gambar 3, yang berfungsi untuk mengurangi beban untuk struktur elastik menjadi inelastik dengan perpindahan yang sama, namun memiliki konsekuensi naiknya nilai R kebutuhan daktilitas akan semakin besar.
Daktilitas didapat dari sistem struktur dan mekanisme keruntuhan, dimana daktilitas adalah:
dengan Δu sebagai perpindahan maksimum dan Δy sebagai perpindahan leleh.
Gambar Hubungan gaya-perpindahan pada respons inelastic (ASCE7- 16)
Dengan pendekatan perpindahan maka nilai factor modifikasi respon, akan bernilai sama dengan nilai daktilitas perpindahan (displacement dactility) suatu sistem.
Daktilitas tersebut akan berpengaruh pada deformasi suatu sistem struktur akibat gempa (misalnya perpindahan, curvature, regangan, dan lainnya).
Dari gambar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kondisi inelastic, gaya atau kekuatan kurang berpengaruh dibandingkan perpindahan. Gaya geser Vy dan Vn mempunyai pengaruh kecil pada perpindahan akhir Δm. Hal ini akan lebih logis menggunakan perpindahan sebagai dasar desain.
Konsep DDBD secara umum diilustrasikan seperti gambar berikut:
Gambar konsep dasar pendekatan DDBD (Priestley et al., 2000)
[2] ASCE/SEI 7-16. 2016. American Society of Civil Engineers. Minimum Design Loads and Associated Criteria for Buildings and Other Structures, Reston, Virginia.
Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Artikel ini merupakan bagian ke tiga dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Performance Based Seismic Design (PBSD) merupakan salah satu konsep mendesain bangunan dimana target kinerja bangunan (performance objective) ditentukan terlebih dahulu. Dan pada akhir proses desain, target tersebut dijadikan parameter minimum yang harus dipenuhi.
Tingkatan kinerja struktur dapat diketahui dengan melihat kerusakan struktur saat terkena gempa rencana dengan periode ulang tertentu.
Dalam disain struktur berbasis kinerja, kinerja struktur direncanakan sesuai dengan tujuan dan kegunaan suatu bangunan, dengan pertimbangan faktor ekonomis terhadap perbaikan bangunan saat terjadi gempa tanpa mengesampingkan keselamatan terhadap pengguna bangunan.
Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja
Secara singkat proses perencanaan dimulai dengan membuat desain awal bangunan kemudian melakukan simulasi kinerja terhadap beberapa beban gempa. Lalu bila hasil simulasi masih dibawah parameter minimum yang ditentukan diawal, akan dilakukan re-design sehingga kinerja bangunan dapat sesuai target. PBSD juga dapat diterapkan untuk memperkuat (upgrading) bangunan yang sudah ada.
Gambar Kriteria Kinerja menurut FEMA 273
Level kinerja (Performance Levels) dibagi menjadi beberapa tingkatan kerusakan akibat gempa yang meliputi angka kematian, kerusakan bangunan (property loss), dan status operasional (operational state).
Target kinerja dalam desain yang menjadi kriteria penerimaan (acceptance criteria) melalui evaluasi kinerja untuk level sasaran kinerja yang diatur oleh FEMA 356, dengan factor keutamaan yang disesuaikan dengan SNI 1726-2012, seperti pada table berikut:
Tabel Level Kinerja menurut FEMA 356
Dimana pengertian untuk level-level kinerjanya sebagai berikut:
Operational : Kondisi dimana setelah gempa terjadi struktur dapat langsung digunakan kembali karena struktur utama tetap utuh dan elemen non-struktural hanya mengalami kerusakan yang sangat kecil.
Immediate Occupancy (IO) : Bila terjadi gempa struktur masih aman, hanya terjadi sedikit kerusakan minor dimana untuk memperbaikinya tidak mengganggu pengguna, kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa, sistem pemikul gaya vertikal dan lateral pada struktur masih mampu memikul gaya gempa yang terjadi.
Life Safety (LS) : Saat gempa terjadi, pada struktur timbul kerusakan yang cukup signifikan tetapi belum mengalami keruntuhan, komponen-komponen struktur utama tidak runtuh dan struktur masih stabil mampu menahan gempa kembali, bangunan masih dapat digunakan jika dilakukan perbaikan.
Collapse Prevention (CP) : Kondisi dimana merupakan batas kemampuan dari struktur dimana struktural dan nonstruktural sudah mengalami kerusakan yang parah, namun stuktur tetap berdiri dan tidak runtuh, struktur sudah tidak lagi mampu menahan gaya lateral.
Ada beberapa metode yang umumnya digunakan dalam performance based design antara lain analisispushover dan analisis nonlinier dinamik riwayat waktu (time history analysis).
Analisis pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral secara bertahap pada suatu struktur sampai komponen struktur mengalami plastis dan rusak yang membentuk hubungan antara gaya dan perpindahan, seperti diilustrasikan gambar berikut:
Gambar analisis pushover (FEMA 451)
Sementara untuk nonlinier dinamik riwayat waktu (time history analysis) dilakukan dengan mengganti beban yang bekerja dengan rekaman gempa ditunjukan pada gambar berikut:
Gambar analisis non linier riwayat waktu (FEMA 451)
Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, diijinkan untuk mereduksi gaya gempa sampai daktilitas μ tertentu dengan suatu nilai koefisien reduksi R yang ditunjukan pada gambar 3, yang berfungsi untuk mengurangi beban untuk struktur elastik menjadi inelastik dengan perpindahan yang sama, namun memiliki konsekuensi naiknya nilai R kebutuhan daktilitas akan semakin besar, daktilitas dapat didapat dari sistem struktur,dan mekanisme keruntuhan, dimana daktilitas adalah:
dengan Δu sebagai perpindahan maksimum dan Δy sebagai perpindahan leleh.
Untuk memperkirakan percepataan gempa yang pada suatu lokasi, dibutuhkan respon spektra desain sesai SNI 1726:2012, yang didapat berdasarkan percepatan dasar terpetakan untuk periode pendek SS dan periode 1 detik S1 yang, nilai tersebut didapat dari peta gempa Indonesia dan dibentuk respon spektrum seperti gambar berikut:
Gambar Respon spektrum percepatan desain (SNI 1726:2012)
Dengan menggunakan software struktur sebagai alat bantu, property material, dimensi elemen, geometrik struktur dan pembebanan dapat dimodelkan, selanjutnya dilakukan analisis struktur untuk mengetahui respon struktur, dan dilakukan simulasi sampai tercapai kinerja yang diinginkan.
[2] Building Seismic Sefety Council, 1997. NEHRP Comentary On The Guidelines For The Seismic Rehabilitation of Building(FEMA P-356), Federal Emergency Management Agency, Washington, D.C.
[4] SNI 1726:2012, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Artikel ini merupakan bagian ke dua dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Dalam desain struktur tahan gempa ada 3 (tiga) konsep desain yaitu:
Metode desain layan, mengutamakan kemampuan layan dan kontrol pada tegangan yang terjadi.
Metode desain ultimit (desain berbasis gaya/ forced based design), mengutamakan kekuatan dan control pada tegangan.
Metode desain berbasis kinerja (performance based design), mengutamakan keamanan, control pada deformasi dan memenuhi tingkat kinerja yang dipersyaratkan.
Photo Surce: architecture-building-concrete-154141 Photo by Josh Sorenson from Pexels
Perkembangan konsep desain layan yang menggunakan konsep material izin, kontrol pada batas deformasi beban rencana saat ini sudah ditinggalkan dan beralih pada konsep desain ultimit yang berbasis kriteria keruntuhan material, kapasitas penampang untuk beban terfaktor.
Dan yang terbaru saat ini adalah konsep desain gempa berbasis kinerja dimana daktilitas, kapasitas deformasi, dan kapasitas beban pada deformasi yang besar menjadi parameternya.
Begitupula konsep desain bangunan tahan gempa berbasis gaya (force based seismic design) dinilai tidak efisien dan kurang cocok dengan kondisi riil. Dikarenakan pada kondisi riil perilaku keruntuhan struktur saat terkena gempa adalah inelastis (material non-linier).
Hal ini mendorong adanya pengembangan konsep desain alternatif yang disebut Performance Based Seismic Design (PBSD). Salah satu metode pada PBSD yang baru-baru ini sedang genca-rgencarnya dikembangkan yaitu Direct Displacement Based Design (DDBD).
Pada DDBD nilai displacement atau perpindahan lebih ditekankan sebagai acuan untuk menentukan kekuatan yang diperlukan bangunan terhadap gempa desain.
Kelebihan konsep Desain berbasis kinerja yaitu memastikan Desain memenuhi tingkat kinerja yang disyaratkan, dimana konsep ini mampu memenuhi kapasitas layan dan kuat rencana. Sementara pada konsep desain tegangan ijin dan desain ultimit hanya memuaskan satu tingkat Desain, namun tidak memastikan bahwa tingkat desain lainnya akan terpenuhi.
Perbedaan dari ketiga konsep tersebut di atas adalah sebagai berikut:
Desain layan memastikan kapasitas material, defleksi, dan vibrasi pada saat beban layan bekerja masih di dalam batas ijin, tetapi tidak untuk kekuatan dan kekakuan.
Desain ultimit menekankan pada faktor keamanan tertentu di dalam struktur atau penampang
Desain berbasis kinerja memastikan struktur mampu memenuhi kapasitas layan dan kapasitas ultimit serta memenuhi tingkat kinerja yang ditentukan.
Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Artikel ini merupakan bagian pertama dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :
Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa
Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)
Konsep Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design)
Respon Struktur Terhadap Gempa
Idealisasi Respon Struktur Terhadap Gempa Menurut Sni-1726-2012
Informasi tentang jasa desain struktur tahan gempa, silahkan menghubungi kami melalui:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Gelombang Love adalah gelombang permukaan (gelombang S) yang menjalar dalam bentuk gelombang transversal (penjalarannya paralel dengan permukaannya) [1]. Nama Love diberikan untuk menghormati Augustus Edward Hough Love (1863-1940), matematikawan asal Oxford. Beliau dianugrahi Adam prize setelah menemukan model gelombang permukaan jenis ini.
Gelombang love ada juga yang memberi simbol LQ yang merupakan singkatan dari Long karena gelombang permukaan mempunyai sifat periode panjang dan Q adalah singkatan dari Querwellen, yaitu nama lain dari Love seorang Jerman yang menemukan gelombang ini. Gelombang LQ menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau lapisan batas diskontinuitas antara kerak dan mantel bumi.
Amplitudo gelombang LQ yang terbesar ada di permukaan dan mengecil secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa‐gempabumi dangkal amplitudo gelombang permukaann akan mendominasi.
Dari hasil pengamatan gelombang permukaan ini diperoleh dua ketentuan utama baru yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan tidak homogen. Ditemukan juga adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion).
Fakta menyebutkan bahwa gelombang L tidak dapat menjalar pada permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman. Oleh karena itu, gelombang L dan R tidak datang bersama‐sama pada suatu stasiun, tetapi gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu. Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan yang tinggi.
Gelombang seismik akan menjalar lebih cepat pada lapisan yang mempunyai nilai kecepatan lebih besar. Perbedaan lapisan bisa ditentukan juga dengan struktur batuan. Struktur batuan sungai (aluvial) atau cenderung lembek mempunyai tingkat amplifikasi gelombang permukaan cukup tinggi sehingga akan menimbulkan dampak getaran lebih kuat sekalipun lokasi kerusakan cukup jauh dari sumber gempa [3].
Gambar Ilustrasi dampak permbatan gelombang gempa love
REFERENSI
[1] Gadallah, M.R. and Fisher, R., 2009. Exploration Geophysics. Springer, Berlin.
[2] Andrei, M., 2009. Invisibility cloak to give buildings protection against earthquakes, in Geology, Inventions, World Problems
[3] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. GempabumiEdisi Populer
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke sebelas dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Gelombang Rayleigh atau groundroll adalah gelombang yang menjalar di permukaan bumi dengan pergerakan partikelnya menyerupai ellip. Karena menjalar di permukaan, amplitudo gelombang rayleigh akan berkurang dengan bertambahaya kedalaman. Didalam rekaman seismik, gelombang Rayleigh dicirikan dengan amplitudonya yang besar dan dicirikan dengan frekuensi rendah.
Rayleigh Wave
Gelombang Rayleigh menjalar sepanjang permukaan bebas dari bumi atau lapisan batas diskontinuitas antara kerak dan mantel bumi. Amplitudo gelombang Rayleigh adalah yang terbesar pada permukaan dan mengecil secara eksponensial terhadap kedalaman. Dengan demikian pada gempa‐gempa dangkal amplitudo gelombang permukaan akan mendominasi.
Dari hasil pengamatan gelombang permukaan ini diperoleh dua ketentuan utama baru yang menunjukkan bahwa bagian bumi berlapis-lapis dan tidak homogen. Ditemukan juga adanya perubahan dispersi kecepatan (velocity dispersion). Fakta menyebutkan bahwa gelombang L (gelombang permukaan) tidak dapat menjalar pada permukaan suatu media yang kecepatannya naik terhadap kedalaman. Oleh karena itu, gelombang L (Love) dan R (Rayleigh) tidak datang bersama‐sama pada suatu stasiun, tetapi gelombang yang mempunyai periode lebih panjang akan datang lebih dahulu. Dengan kata lain gelombang yang panjang periodenya mempunyai kecepatan yang tinggi.
Gelombang seismik akan menjalar lebih cepat pada lapisan yang mempunyai nilai kecepatan lebih besar. Perbedaan lapisan bisa ditentukan juga dengan struktur batuan. Struktur batuan sungai (aluvial) atau cenderung lembek mempunyai tingkat amplifikasi gelombang
permukaan cukup tinggi sehingga akan menimbulkan dampak getaran lebih kuat sekalipun lokasi kerusakan cukup jauh dari sumber gempa. [2]
Ilustrasi dampak permbatan gelombang gempa rayleigh
REFERENSI
[1] Ettwein.V and Maslin.M. 2011. Physical Geography: Fundamentals Of The Physical Environment. London : University of London International Programmes
[2] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. Gempabumi Edisi Populer
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke sepuluh dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Gelombang sekunder S merupakan gelombang transversal atau shear, gerakan partikelnya terletak pada suatu bidang yang tegak lurus dengan arah penjalarannya. Gelombang ini hanya dapat menjalar melalui medium padat karena medium cair dan gas tidak punya daya elasitas untuk kembali ke bentuk asal. Gelombang S terdiri dari dua komponen, yaitu gelombang SH dengan gerakan partikel horizontal dan gelombang SV dengan gerakan partikel vertikal [1].
Gelombang P mampu menembus lapisan inti bumi sedangkan gelombang S tidak bisa dikarenakan sifatnya yang tak bisa menembus media cair pada inti bumi. Seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini: Gelombang Gempa Bumi Sekunder (S-Wave)
Gambar Ilustrasi Perambatan gelombang gempa bumi melalui bagian dalam bumi dengan tanpa melewati daerah Zona bayangan (Shadow Zone)
Kecepatan gelombang seismik bertambah dengan kedalaman, maka lintasan gelombang seismik akan berbentuk lengkungan cekung ke permukaan bumi. Kecepatan gelombang S (Vs) tergantung dari konstanta Lamda (), rigiditas (), dan densitas () medium yang dilalui, seperti pada table berikut:
Tabel Harga dari konstanta elastis, densitas batuan, Poisson’s ratio, kecepatan seismik untuk beberapa material sedimen dengan umur geologi berbeda. Harga granit sebanding dengan harga tekanan 200 Mpa pada kedalaman 8 km, basalt 600 Mpa pada kedalaman 30 km [2]
Gelombang sekunder (S) memiliki kecepatan yang lebih rendah dibandingkan dengan gelombang primer, sehingga terdeteksi oleh seismograf setelah gelombang primer. Menurut Poisson kecepatan gelombang P mempunyai kelipatan dari kecepatan gelombang S. Kecepatan gelombang S adalah 3-4 km/s di kerak bumi, lebih besar dari 4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5-3 km/s di dalam inti bumi. Kecepatan gelombang S dapat di tunjukkan dengan persamaan berikut ini [3]:
Dengan Vs adalah kecepatan gelombang S (m/s), µ adalah modulus geser (N/m2),dan ρ adalah kerapatan material yang dilalui gelombang (kg/m3).
Ilustrasi gelombang S seperti ditunjukkan oleh gambar berikut:
Gambar Ilustrasi Gerak Gelombang Gempa Sekunder (S)
Di bandingkan dengan gelombang P, gelombang S inilah yang paling merusak.Gelombang ini mampu mendorong lapisan tanah ke beberapa sisi dan membuatnya merekah.
Ilustrasi Gerak Gelombang Gempa Sekunder dapat menyebabkan tanah bergoyang ke atas ke bawah dan ke samping
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke sembilan dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Gelombang primer P merupakan gelombang longitudinal atau gelombang kompresional, gerakan partikelnya sejajar dengan arah perambatannya. Gelombang primer P merupakan Gelombang bodi menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi [1].
Sifat penjalaran gelombang P yang langsung adalah bahwa gelombang ini akan menjadi hilang pada jarak lebih besar dari 130°, dan tidak terlihat sampai dengan jarak kurang dari 140°.
Hal tersebut disebabkan karena adanya inti bumi. Gelombang langsung P akan menyinggung permukaan inti bumi pada jarak 103° dan pada jarak yang akan mengenai inti bumi pada jarak 144°.
Gelombang P akan timbul kembali, yaitu gelombang yang menembus inti bumi dengan dua kali mengalami refraksi. Menghilangnya gelombang P pada jarak 103° memungkinkan untuk menghitung kedalaman lapisan inti bumi.
Gambar Ilustrasi Perambatan gelombang gempa bumi melalui bagian dalam bumi dengan tanpa melewati daerah Zona bayangan (Shadow Zone)
Guttenberg (1913) mendapatkan kedalaman inti bumi 2.900 km. Telah didapatkan pula bahwa batas mantel dengan inti bumi merupakan suatu diskontinuitas yang tajam.
Daerah antara 103° ‐ 144° disebut sebagai Shadow Zone, walaupun sebenarnya fase yang lemah dapat pula terlihat di daerah ini.
Walaupun gelombang bodi dapat menjalar ke segala arah di permukaan bumi, namun tetap tidak dapat menembus inti bumi sebagai gelombang transversal.
Keadaan ini membuktikan bahwa inti luar bumi berupa fluida. Untuk penelitian tetap diasumsikan keadaan homogen, yaitu bagian luar bumi dan inti bumi (dua media homogen yang berbeda).
Kadang ‐ kadang juga ditemui suatu fase yang kuat di daerah Shadow Zone sampai ke jarak kurang lebih 110°. Karena adanya fase inilah pada tahun 1930 ditemukan media lain, yaitu inti dalam.
Batas dari inti dalam ini terdapat pada kedalaman 5.100 km. Diperkirakan kecepatan gelombang seismik di inti dalam lebih tinggi daripada di inti luar. Untuk membedakan dan identifikasi, maka perlu pemberian nama untuk gelombang seismic yang melalui inti bumi luar dan dalam.
Kecepatan gelombang seismik bertambah dengan kedalaman, maka lintasan gelombang seismik akan berbentuk lengkungan cekung ke permukaan bumi. Seperti sudah dijelaskan di atas, kecepatan gelombang P (Vp) tergantung dari konstanta Lame (), rigiditas (), dan densitas () medium yang dilalui, seperti pada tabel berikut:
Tabel Harga dari konstanta elastis, densitas batuan, Poisson’s ratio, kecepatan seismik untuk beberapa material sedimen dengan umur geologi berbeda. Harga granit sebanding dengan harga tekanan 200 Mpa pada kedalaman 8 km, basalt 600 Mpa pada kedalaman 30 km [2]
Gelombang primer (P) memiliki kecepatan paling tinggi di antara gelombang lainnya dan gelombang primer adalah gelombang yang pertama kali terdeteksi oleh seismograf. Kecepatan gelombang P antara 4–7 km/s di kerak bumi, lebih besar dari 8 km/s di dalam mantel dan inti bumi, lebih kurang 1,5 km/s didalam air dan lebih kurang 0,3 km/s di udara.
Kecepatan penjalaran gelombang P dapat ditulis dengan persamaan (Kayal, 2008) :
dengan adalah vp kecepatan gelombang P (m/s), k adalah modulus bulk (N/m2 ) , µ adalah modulus geser (N/m2 ), dan ρ adalah kerapatan material yang dilalui gelombang (kg/m3 ).
Gambar Ilustrasi Gerak Gelombang Gempa Primer (P)
Gambar 4 Ilustrasi gerakan bolak-balik yang dihasilkan saat gelombang P bergerak di sepanjang permukaan dapat menyebabkan tanah begelombang dan patah
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke delapan dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Gempa bumi menimbulkan gelombang elastis dimana energy dipancarkan dari sumber Gempa bumi ke permukaan bumi.
Masyarakat yang tinggal dekat dengan pusat gempa seperti di Yogyakarta sewaktu terjadinya peristiwa naas tahun 2006 itu, melihat gelombang seismik muncul ke permukaan seperti gulungan karpet berjalan [1].
Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian dalam bumi dan melalui permukaan bumi akibat adanya lapisan batuan yang patah secara tiba-tiba atau adanya ledakan. Gelombang utama Gempa bumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang badan (body wave) dan gelombang permukaan (surface wave) [2].
Dapat juga dianalogikan sebagai gelombang yang menjalar seperti pada suatu kolam air yang dijatuhkan di atasnya sebutir batu.
Air mengalami gangguan dan gelombangnya terpancar keluar dari pusat awalnya mencapai jarak terjauh kolam. Akan tetapi partikel air yang terganggu tersebut tak bergeser dalam arah pergerakan gelombang.
Gelombang seismik merambat dalam lapisan bumi sesuai dengan prinsip yang berlaku pada perambatan gelombang cahaya: pembiasan dengan koefisien bias, pemantulan dengan koefisien pantul, hukum‐hukum Fermat, Huygens, Snellius, dan lain‐lain.
Gambar Ilustrasi jenis pergerakan gerakan gelombang seismik di lapisan dan permukaan bumi [2]1. Gelombang Badan (Body Wave)
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar melalui bagian dalam permukaan bumi dan bisa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang ini dibedakan menjadi dua yaitu gelombang primer dan gelombang skunder
a. Gelombang Primer
b. Gelombang Sekunder
2. Gelombang permukaan (Surface Wave)
Gelombang permukaan merupakan salah satu gelombang seismik selain gelombang badan. Gelombang ini ada pada batas permukaan medium. Berdasarkan pada sifat gerakan partikel media elastik, gelombang permukaan merupakan gelombang yang kompleks dengan frekuensi yang rendah dan amplitudo yang besar, yang menjalar akibat adanya efek free survace dimana terdapat perbedaan sifat elastik.
Jenis dari gelombang permukaan ada dua yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang Love.
a. Rayleigh Wave
b. Love Wave
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke tujuh dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Berdasarkan kedalaman hiposenternya, Gempa Bumi dapat dibedakan dalam 3 jenis, yaitu:
Souce Pict : What happens at tectonic plate boundaries? in slideplayer_com, in slide: 5712505
a. Gempa bumi Dangkal
Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposenternya berada kurang dari 50 km dari permukaan bumi. Di Indonesia Gempa bumi dangkal letaknya terpencar di sepanjang sesar aktif dan patahan aktif. Gempa ini menimbulkan kerusakan besar dan semakin dangkal tempat terjadinya maka kerusakan semakin besar.
Gambar Ilustrasi Gempa bumi dangkal
Gempa bumi dangkal menimbulkan efek goncangan dan kehancuran yang lebih dahsyat dibanding gempa bumi dalam. Ini karena sumber gempa bumi lebih dekat ke permukaan bumi sehingga energi gelombangnya lebih besar. Karena pelemahan energi gelombang akibat perbedaan jarak sumber ke permukaan relatif kecil [2].
b. Gempa bumi Menengah
Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang hiposenternya berada antara 50 km–300 km di bawah permukaan bumi. Di Indonesia Gempa bumi ini terbentang sepanjang Sumatra sebelah Barat, Jawa sebelah Selatan, selanjutnya Nusa Tenggara antara Sumbawa dan Maluku, sepanjang Teluk Tomini, dan Laut Maluku sampai Filipina. Gempa ini dengan focus kurang dari 150 km dibawah permukaan bumi masih dapat menimbulkan kerusakan.
c. Gempa bumi Dalam
Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposenternya berada lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi. Di Indonesia Gempa bumi ini berada di Laut Jawa, Laut Flores, Laut Banda dan Laut Sulawesi. Gempa ini tidak membahayakan.
[2] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. GempabumiEdisi Populer
Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
Tulisan ini adalah bagian ke enam dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
Daftar Tulisan Selengkapnya:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp
Banyak pendekatan dan teknik yang telah diteliti dan diterapkan selama 30 (tiga puluh) tahun lebih untuk memperkuat struktur eksisting. Beberapa diantaranya adalah dengan menambah kekakuan struktur, melakukan perubahan dengan menghilangkan atau mengurangi ketidak beraturan maupun diskontinuitas dalam penyebaran distribusi kekakuan dan kekuatan pada suatu bangunan.
Tujuan utama dari perkuatan struktur adalah:
1) menambah kekuatan;
2) Menambah daktilitas;
3) Meningkatkan kekuatan dan daktilitas
Teknik Perkuatan Untuk Perbaikan Performa Seismik Struktur
Kesemuanya adalah untuk memenuhi performa seismic yang dibutuhkan.
Gambar berikut menunjukkan berbagai teknik yang biasa diterapkan dan terus diteliti beradaptasi dengan kondisi gempa yang telah terjadi dan kemungkinan yang diprediksi akan terjadi.
Gambar tipikal metode perkuatan dan pengaruhnya terhadap peningkatan kekuatan dan daktilitas
Performa yang dibutuhkan dinilai dari sisi kekuatan dan daktilitas. Kombinasi antara kekuatan dan daktilitas meliputi keselarasan antara kekuatan dan kekakuan.
Memberikan penambahan kekuatan adalah pendekatan yang direkomendasikan untuk bangunan bertingkat rendah sampai bertingkat sedang (low-to medium-rise building).
Bahkan jika daktilitas yang ada sudah memadai, penambahan kekuatan tetap diperlukan untuk mengurangi goyangan inelastik.
Gambar tipikal perkuatan pada portal dan sambungan
Tipikal hubungan gaya geser dan deformasi lateral beberapa teknik perkuatan seperti ditunjukkan pada peningkatan gambar berikut:
Gambar tipikal hubungan gaya geser-goyangan lateral dari beberapa perkuatan portal beton dengan berbagai teknik
Gambar tipikal perkuatan pada balok, kolom dan sambungan balok kolom dengan metode jacketing (pelapisan/ pembungkusan dengan baja, mortar beton, mortar beton bertulang atau Fyber carbon) untuk meningkatkan kapasitas lentur
Gambar tipikal perkuatan pada balok, kolom dan sambungan balok kolom dengan metode jacketing (pelapisan/ pembungkusan dengan baja, mortar beton, mortar beton bertulang atau Fyber carbon) untuk meningkatkan kapasitas geser
Penggunaan steel straps jacketing juga sudah mulai banyak digunakan, berikut penggunaan praktisnya (Ezz-Eldeen, H. A., 2016)
Gambar Dimensi perkuatan kolom dengan menggunakan Steel Jacketing untuk keperluan Praktis
Selain dengan memperkuat dan menambah kekakuan sistem struktur, teknik lain adalah dengan menambahkan alat yang mampu mendisipasi energi gempa, sehingga gaya yang harus ditahan sistem struktur menjadi berkurang.
Dalam studi kasus perkuatan perkuatan struktur Kantor Pusat Bank Sulteng yang dilakukan HESA, 2018, pasca gempa Palu, dimana hasil kajian menunjukkan bahwa struktur memiliki daktilitas yang cukup baik, namun dari hasil analisis struktur diperlukan perkuatan untuk memenuhi standar peraturan yang berlaku.
Seperti digambarkan oleh Sugano (1996) pada gambar di atas penambahan dinding pengisi meningkatkan performa seismic paling tinggi dibandingkan yang lain, namun perlu juga dipertimbangkan ketersediaan space (jalur evakuasi dan sirkulasi), kemudahan pelaksanaan, efek penambahan berat sendiri dinding kaitannya dengan daya dukung pondasi, sehingga dalam kajian hasil kajian merekomendasikan perkuatan dengan menggunakan metode jacketing fyber carbon untuk meningkatkan performa struktur bangunan terhadap gempa.
[4] Ezz-Eldeen, H. A., 2016. Steel Jacketing Technique used in Strengthening Reinforced Concrete Rectangular Columns under Eccentricity for Practical Design Applications, International Journal of Engineering Trends and Technology (IJETT) – Volume 35 Number 5- May 2016.
[5] HESA, 2018. Laporan Akhir Assessment Struktur Kantor Pusat Bank Sulteng.
[6] HESA, 2018. Laporan Akhir Disain Engineering Design Perkuatan Struktur Kantor Pusat Bank Sulteng.
Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Tulisan ini bagian ketiga dari 3 tulisan tentang Seismik Struktur:
Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp