Konsep Desain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan

Konsep Desain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan

Pada konsep Desain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design, DDBD) digunakan respons spektrum perpindahan sebagai dasar untuk memerhitungkan gaya geser dasar.

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk melaksanakan analisis pada struktur gedung dengan derajat kebebasan banyak (MDOF) karena pada metode ini struktur didesain dengan menggunakan kekakuan secant (secant stiffness) dan peredam viscous ekivalen layaknya bangunan dengan derajat kebebasan tunggal (SDOF).

Pict Source StockSnap_IO 951AF5383D

Tujuan dari metode ini adalah untuk mencapai suatu kondisi batas perpindahan dengan acuan yaitu batas tegangan material, atau batas simpangan non struktural dalam suatu intensitas gempa yang telah didesain.

Dalam tahap awal desain tidak diketahui kekakuan (berhubungan dengan periode getar alami struktur) struktur, namun telah diketahui perpindahan struktur yang diinginkan terjadi pada saat terjadi gempa.

Perpindahan desain tersebut dipengaruhi oleh besarnya gempa yang didesain akan dialami oleh struktur dan kondisi kondisi apa yang diinginkan terjadi setelah terjadi gempa (performance level).

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, diijinkan untuk mereduksi gaya gempa sampai daktilitas μ tertentu dengan suatu nilai koefisien reduksi R yang ditunjukan pada gambar 3, yang berfungsi untuk mengurangi beban untuk struktur elastik menjadi inelastik dengan perpindahan yang sama, namun memiliki konsekuensi naiknya nilai R kebutuhan daktilitas akan semakin besar.

Daktilitas didapat dari sistem struktur dan mekanisme keruntuhan, dimana daktilitas adalah:

 

 

dengan Δu sebagai perpindahan maksimum dan Δy sebagai perpindahan leleh.

Gambar Hubungan gaya-perpindahan pada respons inelastic (ASCE7- 16)
Dengan pendekatan perpindahan maka nilai factor modifikasi respon, akan bernilai sama dengan nilai daktilitas perpindahan (displacement dactility) suatu sistem.

Daktilitas tersebut akan berpengaruh pada deformasi suatu sistem struktur akibat gempa (misalnya perpindahan, curvature, regangan, dan lainnya).

Dari gambar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada kondisi inelastic, gaya atau kekuatan kurang berpengaruh dibandingkan perpindahan. Gaya geser Vy dan Vn mempunyai pengaruh kecil pada perpindahan akhir Δm. Hal ini akan lebih logis menggunakan perpindahan sebagai dasar desain.

Konsep DDBD secara umum diilustrasikan seperti gambar berikut:

 

Gambar konsep dasar pendekatan DDBD (Priestley et al., 2000)

REFERENSI

[1] Tavio & Wijaya, Usman. (2018). Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja. Yogyakarta: ANDI.

[2] ASCE/SEI 7-16. 2016. American Society of Civil Engineers. Minimum Design Loads and Associated Criteria for Buildings and Other Structures, Reston, Virginia.

[3] M. J. N. Priestley, 2000. Performance Based Seismic Design, Bulletin of the New Zealand Society

Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
Artikel ini merupakan bagian ke tiga dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :

  1. Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa
  2. Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)
  3. Konsep Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design)
  4. Respon Struktur Terhadap Gempa
  5. Idealisasi Respon Struktur Terhadap Gempa Menurut Sni-1726-2012

Informasi tentang jasa desain struktur tahan gempa, silahkan menghubungi kami melalui:

PT Hesa Laras Cemerlang

Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
Email: kontak@hesa.co.id
Telp: (021) 8404531
Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp

Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

Tinggalkan Pesan

    Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)

    Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)

    Performance Based Seismic Design (PBSD) merupakan salah satu konsep mendesain bangunan dimana target kinerja bangunan (performance objective) ditentukan terlebih dahulu. Dan pada akhir proses desain, target tersebut dijadikan parameter minimum yang harus dipenuhi.

    Tingkatan kinerja struktur dapat diketahui dengan melihat kerusakan struktur saat terkena gempa rencana dengan periode ulang tertentu.

    Dalam disain struktur berbasis kinerja, kinerja struktur direncanakan sesuai dengan tujuan dan kegunaan suatu bangunan, dengan pertimbangan faktor ekonomis terhadap perbaikan bangunan saat terjadi gempa tanpa mengesampingkan keselamatan terhadap pengguna bangunan.

    Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja

    Secara singkat proses perencanaan dimulai dengan membuat desain awal bangunan kemudian melakukan simulasi kinerja terhadap beberapa beban gempa. Lalu bila hasil simulasi masih dibawah parameter minimum yang ditentukan diawal, akan dilakukan re-design sehingga kinerja bangunan dapat sesuai target. PBSD juga dapat diterapkan untuk memperkuat (upgrading) bangunan yang sudah ada.

    Gambar Kriteria Kinerja menurut FEMA 273

    Level kinerja (Performance Levels) dibagi menjadi beberapa tingkatan kerusakan akibat gempa yang meliputi angka kematian, kerusakan bangunan (property loss), dan status operasional (operational state).

    Target kinerja dalam desain yang menjadi kriteria penerimaan (acceptance criteria) melalui evaluasi kinerja untuk level sasaran kinerja yang diatur oleh FEMA 356, dengan factor keutamaan yang disesuaikan dengan SNI 1726-2012, seperti pada table berikut:

    Tabel Level Kinerja menurut FEMA 356

    Dimana pengertian untuk level-level kinerjanya sebagai berikut:

    Operational : Kondisi dimana setelah gempa terjadi struktur dapat langsung digunakan kembali karena struktur utama tetap utuh dan elemen non-struktural hanya mengalami kerusakan yang sangat kecil.

    Immediate Occupancy (IO) : Bila terjadi gempa struktur masih aman, hanya terjadi sedikit kerusakan minor dimana untuk memperbaikinya tidak mengganggu pengguna, kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa, sistem pemikul gaya vertikal dan lateral pada struktur masih mampu memikul gaya gempa yang terjadi.

    Life Safety (LS) : Saat gempa terjadi, pada struktur timbul kerusakan yang cukup signifikan tetapi belum mengalami keruntuhan, komponen-komponen struktur utama tidak runtuh dan struktur masih stabil mampu menahan gempa kembali, bangunan masih dapat digunakan jika dilakukan perbaikan.

    Collapse Prevention (CP) : Kondisi dimana merupakan batas kemampuan dari struktur dimana struktural dan nonstruktural sudah mengalami kerusakan yang parah, namun stuktur tetap berdiri dan tidak runtuh, struktur sudah tidak lagi mampu menahan gaya lateral.

    Ada beberapa metode yang umumnya digunakan dalam performance based design antara lain analisis pushover dan analisis nonlinier dinamik riwayat waktu (time history analysis).

    Analisis pushover dilakukan dengan memberikan beban lateral secara bertahap pada suatu struktur sampai komponen struktur mengalami plastis dan rusak yang membentuk hubungan antara gaya dan perpindahan, seperti diilustrasikan gambar berikut:

    Gambar analisis pushover (FEMA 451)

     

    Sementara untuk nonlinier dinamik riwayat waktu (time history analysis) dilakukan dengan mengganti beban yang bekerja dengan rekaman gempa ditunjukan pada gambar berikut:

    Gambar analisis non linier riwayat waktu (FEMA 451)

    Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, diijinkan untuk mereduksi gaya gempa sampai daktilitas μ tertentu dengan suatu nilai koefisien reduksi R yang ditunjukan pada gambar 3, yang berfungsi untuk mengurangi beban untuk struktur elastik menjadi inelastik dengan perpindahan yang sama, namun memiliki konsekuensi naiknya nilai R kebutuhan daktilitas akan semakin besar, daktilitas dapat didapat dari sistem struktur,dan mekanisme keruntuhan, dimana daktilitas adalah:

     

     

    dengan Δu sebagai perpindahan maksimum dan Δy sebagai perpindahan leleh.

    Untuk memperkirakan percepataan gempa yang pada suatu lokasi, dibutuhkan respon spektra desain sesai SNI 1726:2012, yang didapat berdasarkan percepatan dasar terpetakan untuk periode pendek SS dan periode 1 detik S1 yang, nilai tersebut didapat dari peta gempa Indonesia dan dibentuk respon spektrum seperti gambar berikut:

    Gambar Respon spektrum percepatan desain (SNI 1726:2012)

    Dengan menggunakan software struktur sebagai alat bantu, property material, dimensi elemen, geometrik struktur dan pembebanan dapat dimodelkan, selanjutnya dilakukan analisis struktur untuk mengetahui respon struktur, dan dilakukan simulasi sampai tercapai kinerja yang diinginkan.

    REFERENSI

    [1] Tavio & Wijaya, Usman. (2018). Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja. Yogyakarta: ANDI.

    [2] Building Seismic Sefety Council, 1997. NEHRP Comentary On The Guidelines For The Seismic Rehabilitation of Building (FEMA P-356), Federal Emergency Management Agency, Washington, D.C.

    [3] Building Seismic Safety Council, 2006, NEHRP Recommended Seismic Provisions : Design Examples (FEMA 451), Federal Emergency Management Agency, Washington, D.C.

    [4] SNI 1726:2012, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

    Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
    Artikel ini merupakan bagian ke dua dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :

    1. Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa
    2. Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)
    3. Konsep Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design)
    4. Respon Struktur Terhadap Gempa
    5. Idealisasi Respon Struktur Terhadap Gempa Menurut Sni-1726-2012

    Informasi tentang jasa desain struktur tahan gempa, silahkan menghubungi kami melalui:

    PT Hesa Laras Cemerlang

    Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
    Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
    Email: kontak@hesa.co.id
    Telp: (021) 8404531
    Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp

    Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

    Tinggalkan Pesan

      Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa

      Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa

      Dalam desain struktur tahan gempa ada 3 (tiga) konsep desain yaitu:

      1. Metode desain layan, mengutamakan kemampuan layan dan kontrol pada tegangan yang terjadi.
      2. Metode desain ultimit (desain berbasis gaya/ forced based design), mengutamakan kekuatan dan control pada tegangan.
      3. Metode desain berbasis kinerja (performance based design), mengutamakan keamanan, control pada deformasi dan memenuhi tingkat kinerja yang dipersyaratkan.

      Konsep Desain Struktur Tahan Gempa

      Photo Surce: architecture-building-concrete-154141 Photo by Josh Sorenson from Pexels

      Perkembangan konsep desain layan yang menggunakan konsep material izin, kontrol pada batas deformasi beban rencana saat ini sudah ditinggalkan dan beralih pada konsep desain ultimit yang berbasis kriteria keruntuhan material, kapasitas penampang untuk beban terfaktor.

      Dan yang terbaru saat ini adalah konsep desain gempa berbasis kinerja dimana daktilitas, kapasitas deformasi, dan kapasitas beban pada deformasi yang besar menjadi parameternya.

      Begitupula konsep desain bangunan tahan gempa berbasis gaya (force based seismic design) dinilai tidak efisien dan kurang cocok dengan kondisi riil. Dikarenakan pada kondisi riil perilaku keruntuhan struktur saat terkena gempa adalah inelastis (material non-linier).

      Hal ini mendorong adanya pengembangan konsep desain alternatif yang disebut Performance Based Seismic Design (PBSD). Salah satu metode pada PBSD yang baru-baru ini sedang genca-rgencarnya dikembangkan yaitu Direct Displacement Based Design (DDBD).

      Pada DDBD nilai displacement atau perpindahan lebih ditekankan sebagai acuan untuk menentukan kekuatan yang diperlukan bangunan terhadap gempa desain.

      Kelebihan konsep Desain berbasis kinerja yaitu memastikan Desain memenuhi tingkat kinerja yang disyaratkan, dimana konsep ini mampu memenuhi kapasitas layan dan kuat rencana. Sementara pada konsep desain tegangan ijin dan desain ultimit hanya memuaskan satu tingkat Desain, namun tidak memastikan bahwa tingkat desain lainnya akan terpenuhi.

      Perbedaan dari ketiga konsep tersebut di atas adalah sebagai berikut:

      1. Desain layan memastikan kapasitas material, defleksi, dan vibrasi pada saat beban layan bekerja masih di dalam batas ijin, tetapi tidak untuk kekuatan dan kekakuan.
      2. Desain ultimit menekankan pada faktor keamanan tertentu di dalam struktur atau penampang
      3. Desain berbasis kinerja memastikan struktur mampu memenuhi kapasitas layan dan kapasitas ultimit serta memenuhi tingkat kinerja yang ditentukan.

      REFERENSI

      [1] Tavio & Wijaya, Usman. (2018). Desain Rekayasa Gempa Berbasis Kinerja. Yogyakarta: ANDI.

      [2] ElAttar, A., Zaghw, A., Elansary, A. (2014). Comparison Between The Direct Displacement Based Design and The Force Based Design Methods in Reinforced Concrete Framed Structures. Second European Conference On Earthquake Engineering and Seismology. Istanbul.

      Penulis: Ir Heri Khoeri, MT
      Artikel ini merupakan bagian pertama dari 5 tulisan berkaitan konsep desain struktur tahan gempa. Berikut urutan tulisan selengkapnya :

      1. Perkembangan Konsep Desain Struktur Tahan Gempa
      2. Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Kinerja (Performance Based Seismic Design)
      3. Konsep Disain Struktur Tahan Gempa Berbasis Perpindahan (Direct Displacement Based Design)
      4. Respon Struktur Terhadap Gempa
      5. Idealisasi Respon Struktur Terhadap Gempa Menurut Sni-1726-2012

      Informasi tentang jasa desain struktur tahan gempa, silahkan menghubungi kami melalui:

      PT Hesa Laras Cemerlang

      Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
      Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
      Email: kontak@hesa.co.id
      Telp: (021) 8404531
      Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp

      Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

      Tinggalkan Pesan

        Kekuatan (Magnitudo) Gempa Bumi

        Kekuatan (Magnitudo) Gempa Bumi

        Magnitudo merupakan perhitungan kuantitatif yang menunjukkan besaran gempa bumi.

        Magnitudo dihitung berdasarkan terjadinya pergerakan atau pergeseran tanah dari episenter gempabumi dengan menggunakan seismograf sehingga perhitungannya dapat dinyatakan berdasarkan pengukuran amplitudo maksimum yang tercatat di seismograf [1].

        KEKUATAN (MAGNITUDO) GEMPA BUMI

        Ada beberapa skala yang biasa digunakan untuk menyatakan besaran (Magnitude) Gempa bumi, diantaranya yang sering digunakan adalah skala Richter.

        Selain Skala Richter yang merupakan Magnitudo lokal, ML (Local Magnitude), ada beberapa definisi magnitudo yang dikenal dalam kajian gempa bumi adalah Magnitudo permukaan, Ms (Surface Magnitude) yang menggunakan fase gelombang permukaan Rayleigh, Mb (body waves magnitude) diukur berdasar amplitudo gelombang badan, baik P maupun S.

        Skala magnitude lainnya yang lebih canggih yang mampu menyatakan jumlah energi dari sumber gempa bumi secara lebih akurat adalah Magnitudo momen (moment magnitudo), Mw.

        Gambar Frekuensi Gempa dan Daya Rusaknya [3]
        Magnitudo momen, Mw adalah pengukuran kekuatan gempabumi berdasarkan energi yang dilepaskan.

        Penghitungan Magnitude adalah moment gempabumi berbanding lurus dengan kekerasan bumi dikali jumlah rata-rata pergeseran patahan dan area yang mengalami pergeseran [1].

        Magnitudo yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitudo permukaan.

        Namun pengukuran magnitudo momen lebih kompleks dibandingkan pengukuran magnitudo ML, Ms dan Mb. Karena itu, penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitudo lainnya [2].

        Saat ini BMKG menggunakan Magnitudo Momen untuk menyatakan besaran gempa.

        [1] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. Buku Utama Standar Operating Procedure (SOP) Indonesia Tsunami Early Warning System.
        [2] Lay, T. dan Wallace, T.C., Modern Global Seismology, Academic Press, USA, 1995.

        Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
        Tulisan ini adalah bagian kedua dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
        Daftar Tulisan Selengkapnya:

        1. Gempa Bumi
        2. Kekuatan (Magnitudo) Gempa Bumi
        3. Intensitas Gempa Bumi
        4. Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
        5. Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Dampak Gempa Bumi
        6. Jenis Gempa Bumi
        7. Gelombang Seismik
        8. Gelombang Gempa Bumi Primer (P-Wave)
        9. Gelombang Gempa Bumi Sekunder (S-Wave)
        10. Rayleigh Wave
        11. Gelombang Cinta (Love Wave)

        Informasi tentang Pengujian Jembatan, Bangunan Gedung, Tower, Dermaga, Jalan, silahkan menghubungi kami melalui:

        PT Hesa Laras Cemerlang

        Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
        Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
        Email: kontak@hesa.co.id
        Telp: (021) 8404531
        Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp

        Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

        Tinggalkan Pesan

          Gempa Bumi

          Gempa Bumi

          Gempa bumi (earthquake) adalah peristiwa bergetar atau bergoncangnya bumi karena pergerakan/ pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba‐tiba akibat pergerakan lempeng‐lempeng tektonik.

          Gempa Bumi

          Gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas pergerakan lempeng tektonik disebut gempa bumi tektonik. Namun selain itu, gempa bumi bisa saja terjadi akibat aktivitas gunung berapi yang disebut sebagai gempa bumi vulkanik [1].

          Gambar Ilustrasi pergeseran di kerak bumi memancarkan radiasi gelombang gempa bumi hingga menimbulkan goncangan dan perubahan struktur batuan di permukaan [2]
          Pergeseran batuan terjadi akibat adanya tekanan dan tarikan pada lapisan bumi yang terus menerus sehingga terjadi pengumpulan energi dan pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tidak mampu lagi menahan gerakan tersebut dan terjadilah pelepasan energi yang disebut gempa bumi.

          Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi ini dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi. Semakin besar energi yang dilepaskan maka semakin kuat gempa bumi yang terjadi.

          Gempa bumi sebenarnya terjadi hampir setiap hari, namun kebanyakan berkekuatan kecil dan tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Gempa bumi berkekuatan kecil juga dapat mengiringi terjadinya gempa bumi yang lebih besar dan dapat terjadi sesudah atau sebelum gempa bumi besar tersebut terjadi.

          Pertanyaan yang sering dilontarkan masyarakat setelah terjadi gempa adalah tentang kapan terjadinya, dimana sumber gempa, seberapa besar kekuatan, apakah ada kemungkinan gempa susulan, dan kapan gempa bumi tersebut bisa berakhir sehingga para korban bisa merasa aman dari bahaya gempa bumi susulan berikutnya.

          Parameter sumber gempa bumi yang sering dianalisis adalah waktu asal gempa, posisi lintang dan bujur episenter gempa, kedalaman sumber gempa, waktu kejadian gempa, dan ukuran kekuatan atau magnitudo gempa, serta intensitas gempa.

          [1] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012. Gempa bumi Edisi Populer

          [2] Yagi, Y., 2007. Source Mechanism, IISEE, Japan.

          Penulis : Ir. Heri Khoeri, MT.
          Tulisan ini adalah bagian pertama dari sebuah pengantar tulisan selanjutnya tentang Bangunan Tahan Gempa.
          Berikut urutan artikel bersambung berkaitan dengan gempa bumi ini:

          1. Gempa Bumi
          2. Kekuatan Magnitudo Gempa Bumi
          3. Intensitas Gempa Bumi
          4. Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
          5. Faktor Yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Dampak Gempa Bumi
          6. Jenis Gempa Bumi
          7. Gelombang Seismik
          8. Gelombang Gempa Bumi Primer (P-Wave)
          9. Gelombang Gempa Bumi Sekunder (S-Wave)
          10. Rayleigh Wave
          11. Gelombang Cinta (Love Wave)

          Informasi tentang Pengujian Jembatan, Bangunan Gedung, Tower, Dermaga, Jalan, silahkan menghubungi kami melalui:

          PT Hesa Laras Cemerlang

          Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
          Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
          Email: kontak@hesa.co.id
          Telp: (021) 8404531
          Whatsapp Bussines : 0813 828 271 82 or click this Link : Whatsapp

          Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

          Tinggalkan Pesan

            Konsep Daktilitas Pada Struktur Bangunan

            Konsep Daktilitas Pada Struktur Bangunan

            Artikel ini kami buka dengan beberapa pertanyaan berikut ini :

            • MENGAPA BANGUNAN TAHAN GEMPA HARUS BERPERILAKU DAKTAIL?
            • APA ITU DAKTAIL?
            • BAGAIMANA PERILAKU DAKTAI TERSEBUT?

            Konsep Daktilitas Pada Struktur Bangunan

            Berdasarkan konsep desain bangunan tahan gempa yang berlaku saat ini, struktur bangunan tahan gempa harus terbuat dari sistem struktur yang perilakunya daktail.

            Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup,sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.

            Perilaku ini cukup penting karena saat pelelehan elemen struktur terjadi maka terjadi pula peresapan energi gempa oleh struktur.

            Saat terjadi gempa, daktilitas akan mempertahankan kekuatan dan kekakuan pada struktur sehingga struktur gedung tetap berdiri walaupun telah berada pada ambang keruntuhan.

            Gambaran struktur daktail (Kantor Pusat Bank Sulteng) dan struktur yang getas (Hotel Roa Roa) paska terkena goncangan gempa palu, 2018, seperti gambar berikut:

            truktur daktail (Kantor Pusat Bank Sulteng) dan struktur yang getas (Hotel Roa Roa)
            Gambar 1 Struktur daktail dan struktur getas [1] Gedung Kantor Pusat Bank Sulteng dan Hotel Roa Roa di Palu

            Struktur dengan daktilitas tertentu akan memungkinkan terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen-elemen struktur yang telah ditentukan.

            Dengan terbentuknya sendi plastis pada struktur, maka struktur akan mampu menahan beban gempa yang besar tanpa memberikan kekuatan berlebihan pada elemen struktur karena energi kinetik akibat gerakan tanah yang diterima akan diserap oleh sendi plastis tersebut.

            Semakin banyak sendi plastis yang terjadi pada struktur maka semakin banyak pula energi yang diserap oleh struktur.

            Agar struktur gedung memiliki daktilitas yang tinggi, maka harus direncanakan sendi plastis yang terjadi berada pada balok-balok dan bukan terjadi pada kolom, kecuali pada kaki kolom paling bawah dan bagian atas kolom penyangga atap (Gambar 2).

            Gambar 2 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok, kaki kolom [2]
            Gambar 2 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi plastis terbentuk pada ujung-ujung balok, kaki kolom [2]
            Hal ini dapat terjadi jika bangunan didesain dengan kapasitas kolom-kolom melebihi kapasitas balok yang bertemu pada kolom tersebut (Strong Column Weak Beam). Selain itu displacement yang yang terjadi harus dijaga batasannya agar menjaga integrasi bangunan dan bertambahnya momen akibat P-Δ efek.

            Rasio antara simpangan maksimum struktur (Xmax) terhadap simpangan struktur pada saat terjadi sendi plastis yang pertama (Xy) dinyatakan sebagai faktor daktilitas (μ).

            Untuk mendapatkan gambaran perilaku struktur dari saat struktur masih linear elastis, pelelehan pertama pada elemen struktur sampai dengan keruntuhannya saat terkena goncangan gempa dapat dilakukan dengan analisis non linear static dengan metode analisis gaya dorong static (pushover analysis). Analisis pushover lebih lanjut dapat dibaca pada artikel Hesa berikut ini :

            Analisis Pushover untuk Mengetahui Perilaku Struktur saat Terkena Gempa

            Bagaimana struktur bangunan beton mengalami keruntuhan pada saat gempa?

            Tulangan baja di dalam kolom beton merupakan faktor kunci dalam kekuatan bangunan beton. Di bawah ini adalah perbandingan kolom getas dan kolom daktail dan bagaimana perilaku keduanya saat diguncang gempa bumi.

            Gambar 3 Ilustrasi Penulangan Kolom Getas dan Kolom Daktail [3]
            Gambar 3 Ilustrasi Penulangan Kolom Getas dan Kolom Daktail [3]

            Perilaku kolom getas dan kolom daktail saat diguncang gempa bumi seperti ilustrasi berikut:

            Ilustrasi perilaku kolom getas dan kolom daktail saat diguncang gempa bumi [3]
            Gambar 4 Ilustrasi perilaku kolom getas dan kolom daktail saat diguncang gempa bumi [4]

            Referensi:

            [1] Dokumentasi Gempa Palu, 2018. Kantor Pusat Bank Sulteng dan Hotel Roa Roa

            [2] SNI 1726: 2012, Tata Cara Perencanaan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.

            [3] Rong-Gong Lin Ii, Rosanna Xia, Doug Smith, Raoul Ranoa, 2013. How concrete buildings fail in earthquakes.

             

            Untuk kebutuhan Analisa atau Uji Struktur Bangunan Besar, anda bisa menghubungi :

            PT Hesa Laras Cemerlang

            Komplek Rukan Mutiara Faza RB 1
            Jl. Condet Raya No. 27,  Pasar Rebo, Jakarta Timur, Indonesia
            Email: kontak@hesa.co.id
            Telp: (021) 8404531
            Whatsapp Bussines : 0812 9144 2210 or follow this link : https://linktr.ee/hesa.lc

            Atau tinggalkan pesan dibawah ini:

            Tinggalkan Pesan